Tulisan ini untuk memenuhi tugas mata kuliah Sumber Daya Manusia
Nama Mahasiswa : Andarita Rolalisasi
NRP : 3207 205 707
Dosen : Ir. Sri Amiranti Sastrohoetomo, MS
Putu Gde Ariastita, ST, MT
ABSTRAK
Dunia sedang bergerak ke arah mega urbanisasi, dan penduduk dunia diperkirakan akan meningkat dari 3 menjadi 4 milyar jiwa, dimana sebagian besar berada pada negara berkembang dalam waktu 15 tahun terakhir. Urbanisasi terjadi akibat migrasi alami maupun karena perluasan wilayah perkotaan terhadap wilayah sekitarnya. Pesatnya urbanisasi dan tidak seimbangnya perkembangan perkotaan merupakan masalah bersama kota-kota besar di Indonesia. Surabaya sebagai kota besar juga mempunyai masalah yang sama dalam hal peningkatan jumlah penduduk dan pemerataan tingkat kesejahteraan penduduknya. Sehingga masih terdapat kantong-kantong kemiskinan (kawasan kumuh) di Surabaya. Hal ini akan membebani kota Surabaya apabila tidak ada regulasi yang mengatur tentang urbanisasi. Mengurangi kantong kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah, tapi juga memerlukan peran aktif masyarakat melalui pemberdayaan masyarakat.
Makalah ini merupakan critical review tentang pemberdayaan masyarakat di Surabaya khususnya pada kawasan permukiman kumuh (slum area). Pemberdayaan masyarakat di Surabaya merupakan bagian dari perbaikan kampung yang meliputi tiga aspek yaitu aspek fisik lingkungan, peningkatan SDM, dan peningkatan ekonomi keluarga.
KATA KUNCI: urbanisasi, masyarakat, miskin, pemberdayaan
BAB I PENDAHULUAN
SENSUS Penduduk 2000 menunjukkan bahwa jumlah penduduk perkotaan di Indonesia telah mencapai lebih dari 85 juta jiwa, dengan laju kenaikan sebesar 4,40 persen per tahun selama kurun 1990-2000 . Jumlah itu kira-kira hampir 42% total jumlah penduduk. Mengikuti kecenderungan tersebut, dewasa ini (2005) diperkirakan bahwa jumlah penduduk perkotaan telah melampaui 100 juta jiwa, dan kini hampir setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di wilayah perkotaan. Hal ini tentu saja berdampak sangat luas pada upaya perencanaan dan pengelolaan pembangunan wilayah perkotaan.
Secara demografis sumber pertumbuhan penduduk perkotaan adalah pertambahan penduduk alamiah, yaitu jumlah orang yang lahir dikurangi jumlah yang meninggal; migrasi penduduk khususnya dari wilayah perdesaan (rural) ke wilayah perkotaan (urban); serta reklasifikasi, yaitu perubahan status suatu desa (lokalitas), dari lokalitas rural menjadi lokalitas urban, sesuai dengan kriteria yang ditetapkan dalam Sensus oleh Badan Pusat Statistik. Pertambahan penduduk alamiah berkontribusi sekitar sepertiga bagian sedangkan migrasi dan reklasifikasi memberikan andil dua per tiga kepada kenaikan jumlah penduduk perkotaan di Indonesia, dalam kurun 1990-1995. Dengan kata lain migrasi sesungguhnya masih merupakan faktor utama dalam penduduk perkotaan di Indonesia.
Pada akhir dasawarsa ini, lebih dari 50% dari seluruh penduduk Indonesia bermukim di wilayah perkotaan. Pesatnya urbanisasi dan tidak seimbangnya perkembangan perkotaan merupakan masalah bersama kota-kota besar di Indonesia. Surabaya sebagai kota besar juga mempunyai masalah yang sama dalam hal peningkatan jumlah penduduk dan pemerataan tingkat kesejahteraan penduduknya. Sehingga masih terdapat kantong-kantong kemiskinan (kawasan kumuh) di Surabaya.
Tujuan penulisan critical review ini adalah analisa tentang program perbaikan kampung yang diimplementasikan di kota Surabaya. Dengan fokus utama pada hubungan antara program perbaikan kampung dengan pemberdayaan masyarakat sehingga dapat mengurangi angka kemiskinan. Apakah program tersebut dapat meningkatkan mutu SDM masyarakat miskin di Surabaya? Apakah program tersebut sudah sesuai dengan tujuan akhir program?
Struktur pembahasan dalam critical review ini adalah sebagai berikut:
1. PENDAHULUAN, yang memuat tentang abstraksi dan pentingnya masalah yang akan dibahas, tujuan dan skema penulisan.
2. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SURABAYA, yang memuat tentang gambaran umum eksisting Surabaya, permasalahan yang dihadapi, serta apa usaha pemerintah kota Surabaya untuk mengatasi masalah tersebut.
3. LANDASAN TEORI, yang memuat tentang teori dan penjelasannya yang sesuai dengan makalah yang akan dikritik
4. ANALISA MAKALAH, yang memuat tentang kajian kesesuaian dan ketidaksesuaian antara teori dan makalahnya
5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI, yang memuat kesimpulan review dan rekomendasi yang dapat diimplementasikan
6. LAMPIRAN, yang berisi tentang Resume makalah yang dikritik, gambar-gambar deskriptif yang dibutuhkan, dan makalah yang direview.
BAB 2. GAMBARAN UMUM WILAYAH KOTA SURABAYA
Surabaya merupakan kota besar ke dua di Indonesia, dengan luas wilayah seluas 326,37 km2 dan jumlah penduduk sebanyak + 2,7 juta jiwa pada tahun 2006. Kepadatan penduduk sebesar 333.531 jiwa/km2 . Pertumbuhan penduduk kota Surabaya dalam dua dasawarsa terakhir memperlihatkan kecenderungan menurun, dimana periode tahun 1980-1990 mengalami pertumbuhan sekitar 2,06% per tahun, sedangkan pertumbuhan tahun 1990-2000 (sesuai dengan Sensus 2000) mengalami peningkatan sekitar 0,5% per tahun.
Tabel 2.1. Demografi Kota Surabaya
Tahun Populasi Kepadatan Angka Pertumbuhan Sex ratio Rumah tangga Jml rata2 anggota
(jiwa) (jiwa/km2) (%) (%) (unit) keluarga
1980 2,017,527 6,182 2.97 95.40 486,324 4.48
1990 2,473,272 7,578 2.06 95.59 548,981 4.51
2000 2,444,976 7,491 0.5 98.20 709,991 3.66
2006 2,681,971 8,217 - - - -
Sumber: BPS berbagai sumber
Kawasan terbangun di wilayah kota Surabaya, meliputi hampir 2/3 dari seluruh luas wilayah. Konsentrasi pekembangan fisik kota berada di kawasan pusat kota serta kawasan yang membujur dari utara ke selatan sesuai dengan arah jalur Kalimas. Akan tetapi kecenderungan perkembangan terakhir juga dari kawasan barat sampai ke timur. Kawasan permukiman swadaya oleh masyarakat (kampung) terkonsentrasi di kawasan pusat kota, sedangkan permukiman baru yang disediakan oleh pengembang tersebar di kawasan Surabaya barat, timur, dan selatan. Juga terdapat permukiman vertikal baik berupa rumah susun sederhana sewa (rusunawa), maupun rumah susun mewah (kondominium dan apartemen). Kawasan sawah dan tegalan terkonsentrasi di sebelah selatan kota. Kawasan tambak berada di kawasan pesisir timur dan utara. Kawasan kegiatan jasa dan perdagangan terkonsentrasi di pusat kota dan sebagian tersebar di kawasan permukiman yang berada di kawasan sebelah selatan, timur dan barat kota. Kawasan industri dan pergudangan berada di kawasan pesisir utara dan kawasan selatan kota yang berbatasan dengan wilayah kabupaten Gresik dan Sidoarjo.
Penduduk miskin terkonsentrasi di permukiman-permukiman padat penduduk yang banyak bertebaran di tengah kota. Sebagian besar karakteristik penduduknya merupakan para pekerja di sektor informal, seperti penarik becak, pedagang/PKL, penjual sayur dan makanan, dan lain-lain. Mereka kebanyakan berasal dari luar kota. Latar belakang pendidikannya sebagian besar tamat atau tidak tamat SMP atau bahkan dibawahnya. Kemampuan untuk hidup didapatkan dengan mengandalkan sektor informal.
Letak persebaran permukiman kumuh beredar hampir merata di seluruh kawasan kota Surabaya. Akan tetapi kawasan utara kota Surabaya teridentifikasi lebih banyak titik-titik kawasan kumuhnya dibandingkan dengan kawasan lainnya. Berdasarkan identifikasi yang dilakukan oleh tim penyusun RTRW Kota Surabaya Tahun 2004, kelurahan-kelurahan yang memiliki kawasan kumuh ada 23 buah yaitu: Ujung, Bulak Banteng, Wonokusumo, Sidotopo Wetan, Tanah Kali Kedinding, Bulak, Gading, Dupak, Bongkaran, Sukolilo, Gebang Putih, Medokan Semampir, Keputih, Gununganyar, Rungkut Menanggal, Wiyung, Waru Gunung, Benowo, Moro Krembangan, Romo Kalisari, Sumberejo, Sememi dan Kandangan. Selanjutnya lokasi-lokasi kawasan permukiman kumuh ditinjau dari wilayahnya di Kota Surabaya pada 23 kelurahan-kelurahan tersebut di atas dapat dilihat pada peta di bawah ini.
BAB 3. KAJIAN PUSTAKA
Berdasarkan Goran Tannerfeldt dan Per Ljung, 2006 ; Diperkirakan perkembangan populasi penduduk negara berkembang di masa mendatang sebagian besar akan tinggal di perkotaan. Akan tetapi perpindahan dari sosial perdesaan ke sosial perkotaan merupakan proses yang kompleks dan tidak mudah. Selain kesempatan dan keuntungan yang ada, terdapat beberapa konsekwensi negatif, diantaranya yaitu:
• Kemiskinan dan ketidaksetaraan pendapatan per kapita,
• Terjadi kantong-kantong daerah kumuh dan penurunan mutu lingkungan hidup,
• Ketidakstabilan sosial dan ketidakamanan.
Teori di atas melihat tentang sebab dan akibat urbanisasi. Biasanya urbanisasi hanya dilihat sebagai sesuatu hal negatif yang mengakibatkan kemiskinan di perkotaan. Urbanisasi juga mempunyai sisi positif seperti makin beragamnya kesempatan dan lapangan kerja, makin tingginya tingkat pendidikan warganya, dan lain-lain. Akan tetapi juga perlu diperhatikan tentang pemerataan fasilitas kesejahteraan antara urban dan rural untuk memperkecil angka urbanisasi alamiah.
Berdasarkan Nick Wates, Charles Knevitt, 1987 ; tujuan community architecture adalah:
• Arsitek menggunakan kemampuannya agar memungkinkan masyarakat meraih kondisi yang lebih baik bagi diri mereka
• Memberikan pengalaman kepada masyarakat untuk mengontrol masa depan mereka sendiri.
Community architecture (CA) merupakan pengalaman pemberdayaan masyarakat di London, Inggris. Hal ini memberi ruang kepada warga kota untuk membentuk kehidupan yang lebih baik berdasarkan pengalamannya. Dari pengalaman tersebut, ditentukan arah pembangunan yang sesuai dengan potensi dan masalah setempat. CA dilaksanakan oleh masyarakat yang sudah mapan baik tingkat pendidikan maupun secara ekonomi. Sehingga perlu kajian yang lebih lanjut apabila akan dilaksanakan di negara berkembang seperti Indonesia.
Berdasarkan Louis Helling dkk, 2005 , bahwa elemen dari rencana pembangunan lokal adalah:
• Empowerment (pemberdayaan),
yaitu meningkatkan kesempatan dan kemampuan masyarakat dalam membuat dan memutuskan langkah yang akan diambil dalam mencapai tujuan pembangunan sesuai dengan potensi dan masalah yang ada.
• Local Government (pemerintah lokal),
sebagai pemilik otoritas yang mempunyai kewenangan dalam merencanakan, pembuat keputusan, dan pelaksana peraturan. Pemerintah lokal disini bukan hanya pemerintah lokal secara struktur kenegaraan, tetapi juga institusi yang tumbuh dari masyarakat itu sendiri.
• Local Service Provision System (peraturan lokal),
yang mengatur sumber daya hasil dan jasa serta fasilitas publik sebagai sumber dana pembiayaan pembangunan yang berkelanjutan.
• Enabling Local Private Sector Growth (dukungan bagi pertumbuhan sektor swasta),
dimana terdapat kesempatan bagi pihak swasta untuk berperan aktif dalam perekonomian
Pemberdayaan masyarakat (PM) merupakan komponen pokok dalam penentuan kebijakan pembangunan nasional untuk mencapai peningkatan kapasitas dan sumber daya. Agar kebijakan yang diambil sesuai dengan kondisi riil yang terjadi, diperlukan masyarakat yang mengerti akan potensi dan masalah pada lingkungannya. Disamping itu, juga diperlukan unsur lainnya untuk menentukan arah kebijakan pembangunan lokal.
Menurut Dinas PU Cipta Karya Jawa Timur dll , disebutkan bahwa urbanisasi (kemampuan memanfaatkan fasilitas kekotaan) membawa dampak positif dan negatif bagi kehidupan dan penghidupan di kota. Di satu sisi fasilitas kota akan semakin maju dan bermutu, di sisi lain banyak warga lapisan bawah akan tertinggal oleh kemajuan di kota akibat urbanisasi karena ketidaksiapan. Kelompok under class inilah yang akan menjadi masalah kalau tidak ditangani secara tepat dan sesuai tuntutan. Peran serta masyarakat (PM) dalam pembangunan kota dimulai dari perencanaan, pelaksanaan, dan pemanfaatan/perawatannya.
Terjadi perubahan kebijakan politik di Indonesia yang sentralistik (berorientasi ke pemerintah pusat) menjadi otonomi daerah (mengelola diri sendiri) setelah tahun 1998. Hal ini memerlukan peran aktif masyarakat dalam penentuan arah pembangunan, pelaksanaan pembangunan dan monitoring serta evaluasi hasil pembangunan. Sehingga akan sulit dilaksanakan di daerah dimana masyarakatnya apatis terhadap pembangunan daerahnya.
Sebagai perbandingan dengan kota Surabaya, disajikan kota Johannesburg yang mempunyai kemiripan karakteristik demografi, dimana terdapat kemiripan yang khas antara Surabaya dan Johannesburg yaitu populasi penduduk tinggi dan terdapat kantong-kantong kemiskinan (ras hitam). Seperti halnya kota-kota besar di Afrika Selatan yang mengalami peningkatan urbanisasi setelah runtuhnya rezim apartheid. Johannesburg is the highest crime city of South Africa. Isu utama yang mengiringi kehidupan di sana adalah keamanan dan kemiskinan sebagian besar warganya (kulit hitam). Korban terbesarnya adalah wanita dan anak-anak.
Johannesburg merupakan kota dengan tingkat urbanisasi yang tinggi serta terdapat kesenjangan yang sangat signifikan antara ras putih dan berwarna. Pemerintah kota Johannesburg memiliki rencana pembangunan yang disebut Integrated Development Planning (IDP) Johannesburg. IDP mengatur juga tentang pemberdayaan masyarakat khususnya perempuan dimana dilibatkan secara penuh dalam proses pembangunan.
IDP merupakan panduan proses pembangunan bagi pemerintah kota dalam menyediakan pelayanan yang baik bagi warga kota. Program pemberdayaan masyarakat tersebut diantaranya adalah:
• Program kewirausahaan perempuan/pelatihan ketrampilan, dengan tujuan sebagai berikut:
− Dukungan terhadap kelompok-kelompok perempuan dalam kemampuan ekonomi
− Social amenities for women in the survivalist sector (i.e PSK)
− Memberi ruang bagi perempuan tuna wisma untuk hidup
• Program pengembangan ketrampilan:
− Memberi kemudahan dalam penyediaan fasilitas ketrampilan.
− Peningkatan kemampuan berusaha dalam sektor ekonomi kecil (survivalist economy sector)
IDP dibuat secara berjenjang untuk jangka menengah (5 tahunan) dan jangka panjang (tujuan akhirnya). IDP dibagi atas beberapa sektor sasaran, seperti program untuk wanita, pemuda, dan anak-anak. Secara teoritis, IDP sudah mencakup seluruh aspek masyarakat dan stakeholder yang berperan dalam pembangunan. Akibat politik apartheid yang masih membekas di masyarakat, hal ini sulit diterapkan. Masih terdapat perbedaan yang signifikan antara fasilitas dan kesejahteraan antara penduduk kulit putih dan hitam.
Ras kulit putih dan kulit hitam menempati bidang perekonomian, permukiman, fasilitas pendidikan dan lain-lain secara berbeda dan terpisah. Ini mengakibatkan kemampuan SDM masing-masing golongan mempunyai jarak yang sangat signifikan. Peningkatan SDM yang tertuang dalam IDP lebih banyak menangani permasalahan tentang pemberdayaan perempuan, anak-anak dan remaja karena memang jumlah merekalah yang paling mendominasi dan membutuhkan hal ini.
Perbedaan mendasar dari program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kemampuan SDM di Surabaya dan Johannesburg adalah:
• Secara administratif
Di Surabaya membutuhkan bukti diri sebagai penduduk lokal, sedangkan di Johannesburg, semua warga di kawasan tersebut yang membutuhkan akan mendapatkan program yang sama.
Di Surabaya, penduduk yang mapan ada kesempatan untuk mendapatkan program. Di Johannesburg, program tersebut memapankan warga agar lebih berdaya.
• Jenis pelatihan
Disesuaikan dengan minat, kemampuan, dan kebutuhan setempat.
4. ANALISA
4.1. URBANISASI dan KEMISKINAN
Terdapat berbagai definisi mengenai makna dan fungsi kota pada skala makro dan mikro. Secara makro kota merupakan bagian dari sistem kota global, dengan semua resiko dan manfaat yang terkandung, serta sebagai akibat globalisasi dari kehidupan masyarakat yang semakin mantap. Faham ini perlu dilengkapi dengan kejelasan mikro, yaitu :
- Kota merupakan sistem dari beragam sarana fisik dan non fisik yang diadakan oleh dan untuk warga masyarakat, serta untuk merangsang dan memfasilitasi aktivitas, serta kreativitas warga, dalam mewujudkan cita-cita politik, sosial, ekonomi, kebudayaan dan lingkungan hidupnya.
- Kota membuka dan memberi peluang yang sama bagi semua lapisan masyarakat dalam mencapai kehidupan yang sesuai dengan cita-citanya secara adil dan demokratis.
- Kota-kota di Indonesia berkembang pesat, dan direncanakan sesuai dengan standar-kota-kota lain di dunia, namun di sisi lain kota harus mampu mengedepankan kekhasan lokal, baik yang fisik maupun non-fisik dalam dimensi kemanusiaan yang alami.
Kegiatan industri dan jasa di kota-kota tersebut yang semakin berorientasi pada perekonomian global, telah mendorong perkembangan fisik dan sosial ekonomi kota, namun semakin memperlemah keterkaitannya (linkages) dengan ekonomi lokal, khususnya ekonomi perdesaan. Dampak yang paling nyata hanyalah meningkatnya permintaan tenaga kerja, yang pada gilirannya sangat memacu laju pergerakan penduduk dari desa ke kota.
Pembangunan perkotaan di Indonesia memberikan berbagai dampak bagi masyarakat secara luas, baik yang bersifat positip, maupun yang negatif. Disadari bahwa pembangunan di kota-kota besar dan menengah di Indonesia, yang dipenuhi oleh penduduk yang berurbanisasi dari desa-desa memberikan banyak manfaat bagi Pemerintah, maupun bagi masyarakat. Manfaat dimaksud di antaranya dukungan terhadap Product Domestic Regional Bruto (PDRB) memberikan lapangan kerja yang luas bagi masyarakat, penyediaan sarana dan prasarana umum serta penyediaan sarana dan teknologi untuk peningkatan pengetahuan dan kepentingan warga masyarakat. Namun disadari banyak dampak negatif yang ditimbulkan pembangunan kota-kota tersebut, diakibatkan berbagai faktor, salah satu di antaranya kesalahan pendekatan penyusunan perencanaan pembangunan kota.
Pertumbuhan penduduk perkotaan tersebut diakibatkan oleh tiga buah faktor. Faktor pertama adalah faktor pertumbuhan alami yang merupakan selisih dari jumlah kelahiran dengan jumlah kematian. Kedua adalah faktor pertumbuhan migrasional, sebagai hasil selisih dari migrasi masuk dengan migrasi keluar wilayah perkotaan. Sementara faktor ketiga adalah faktor reklasifikasi yang dapat didefinisikan sebagai suatu perubahan status kawasan akibat perubahan kondisi kawasan dari kawasan non-perkotaan menjadi suatu kawasan perkotaan di waktu berikutnya sebagai hasil dari kegiatan pembangunan yang dilakukan pada kawasan tersebut. Berdasarkan karakteristik lokasinya, faktor terakhir dapat dibedakan menjadi dua buah kategori, yaitu reklasifikasi akibat perluasan/aneksasi suatu kota yang terjadi pada wilayah pinggiran dari sebuah kota utamanya, dan reklasifikasi yang terjadi sebagai akibat pemunculan suatu kota kecil sebagai akibat dari pertumbuhan dari suatu kawasan pedesaan dan/atau pusat desa menjadi sebuah kawasan perkotaan yang memiliki aktivitas yang semakin intensif dan beragam.
4.2. PROGRAM PERBAIKAN KAMPUNG
Program perbaikan kampung (slum upgrading program) terdiri dari aspek fisik, sosial, ekonomi, kelembagaan dan peningkatan mutu lingkungan yang melibatkan seluruh stakeholder yaitu penduduk, kelompok masyarakat, swasta, dan pemerintah kota/kabupaten setempat.
Program perbaikan kampung yang dilaksanakan di Surabaya disebut Comprehensive-Kampung Improvement Program (C-KIP) yaitu program perbaikan mutu lingkungan kampung di bidang fisik lingkungan permukiman, pembangunan di bidang sosial ekonomi masyarakat melalui kegiatan pemberdayaan masyarakat, untuk menggalang kekuatan masyarakat agar dapat berperan aktif dalam pelaksanaan program pembangunan permukiman. Tujuan program adalah:
• Meningkatkan kualitas lingkungan permukiman kampung terpadu melalui aspek fisik, sarana dan prasarana, serta kondisi sosial ekonomi masyarakat
• Pemberdayaan masyarakat guna menumbuhkan inisiatif, kretaifitas, dan kemandirian dalam pelaksanaan program pembangunan di lingkungan tempat tinggalnya
• Mengembangkan peluang usaha guna menciptakan kesempatan kerja dan peningkatan pendapatan keluarga
Secara umum konsep pengentasan kawasan kumuh di Surabaya adalah dengan meningkatkan tiga aspek, yaitu:
• Peningkatan sumber daya manusia, SDM (improving of human resources)
• Peningkatan kekuatan ekonomi (improving of social wellfare)
• Peningkatan mutu lingkungan hidup (improving of environment quality)
Ketiga unsur diatas sangat terkait erat. Peningkatan kemampuan SDM akan meningkatkan kekuatan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Setelah kebutuhan hidup terpenuhi maka akan dapat menata lingkungan sekitarnya.
4.3. PERAN SERTA MASYARAKAT
Peran serta dalam hal ini diterjemahkan dan asal kata participation, yang diantaranya mempertimbangkan pendapat, mengartikan secara singkat bahwa partisipasi itu adalah take a part atau ikut serta. Peran serta masyarakat dengan keterlibatan komunitas setempat secara aktif dalam pengambilan keputusan (dalam perencanaan) atau pelaksanaannya terhadap proyek-proyek pembangunan untuk masyarakat. Suatu peran serta memer;ukan kesediaan kedua belah pihak dalam suatu hubungan yang saling menguntungkan. Adapun tujuan peran serta masyarakat yang ingin dicapai, pada prinsipnya harus pula dikondisikan suatu situasi dimana timbul keinginan masyarakat untuk berperan serta. Hal ini akan sangat menentukan keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan peran serta masyarakat itu sediri.
Peran serta masyarakat memiliki keuntungan sosial, politik, perencanaan dan keuntungan lainnya, yaitu :
· Dari pandangan sosial, keuntungan utamanya adalah untuk mengaktifkan populasi perkotaan yang cenderung individualistik, tidak punya komitmen dan dalam kasus yang ekstrim teralienasi. Di dalam proses partisipasi ini, secara simultan mempromosikan semangat komunitas dan rasa kerja sama dan keterlibatan. Pada kasus kelompok miskin dan lemah, partisipasi dapat berkontribusi ke proses peningkatan, pendidikan, dan pelatihan sebagai penyatuan (integrasi) ke dalam komunitas yang lebih luas yang di dalamnya rasa ketidakberdayaan (powelessness) dapat ditanggulangi dan swadaya (self-help) dan pembangunan kepemimpinan dapat dipromosikan.
· Dari segi politik, partisipasi lebih mempromosikan participatory dibanding demokrasi perwakilan (representative democracy) sebagai hak demokrasi dan setiap orang dan dengan demikian publik secara umum, untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Partisipasi publik juga akan membantu dewan (counsellors) dan para pembuat keputusan lainnya untuk mendapatkan gambaran lebih jelas mengenai permintaan-permintaan dan aspirasi konstituen mereka atau semua pihak yang akan terpengaruh, dan sensitivitas pembuatan keputusan dapat dimaksimalkan jika ditangani secara tepat.
· Dan segi perencanaan, partisipasi menyediakan sebuah forum untuk saling tukar gagasan dan prioritas, penilaian akan public interest dalam dinamikanya serta diterimanya proposal-proposal perencanaan.
· Keuntungan lain dan public participation adalah kemungkinan tercapainya hubungan yang lebih dekat antara warga dengan otoritas kota.
Banyak faktor yang menjadi hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam perencanaan. Peran serta masyarakat dalam sistem perencanaan dihadapkan pada berbagai persoalan, baik pada level negara bagian maupun lokal. Hambatan atau kendala dalam mendorong peran serta masyarakat dalam penataan ruang yaitu :
1. Partisipasi dalam proses perencanaan lokal umumnya dimulai sangat terlambat, yaitu setelah rencana (the real planning directions) telah selesai disusun, sehingga masyarakat akhirnya hanya mempertanyakan hal-hal bersifat detail.
2. Partisipasi komunitas yang sungguh-sungguh sangat sedikit apalagi mengenai isu-isu besar seperti pertumbuhan dan pembangunan kota.
3. Ketika partisipasi tersebut benar-benar diinginkan, terlalu sedikit masyarakat yang terorganisasi atau yang terstruktur secara mapan yang efektif mengajukan masukan dan komunitas.
4. Secara umum, komunitas tidak memiliki sumberdaya yang baik dalam hal waktu, keahlian atau ruang untuk membuat aspirasinya didengar secara efektif.
4.4. PEMBERDAYAAN MASYARAKAT
Pemberdayaan masyarakat (community development) telah diwacanakan di Indonesia sejak dekade 1960. Dari aspek keterlibatan masyarakat, terdapat 3 (tiga) bentuk pemberdayaan masyarakat, yaitu:
• Development for community
Dimana dalam proses pembangunan, masyarakat sebagai obyek karena penyusunan, perencanaan, dan pelaksanaan pembangunan dilaksanakan oleh pihak luar.
• Development with community
Ditandai secara khusus dengan kuatnya pola kolaborasi antara aktor luar dan masyarakat setempat. Keputusan yang diambil merupakan keputusan bersama dan sumber daya yang dipakai berasal dari kedua belah pihak.
• Development of community
Merupakan proses pembangunan yang baik inisiatif, perencanaan, dan pelaksanaannya dilaksanakan sendiri oleh masyarakat. Masyarakat membangun dirinya sendiri. Peran aktor dari luar dalam kondisi ini lebih sebagai sistem pendukung bagi proses pembangunan.
Ketiga pendekatan tersebut pada dasarnya memiliki tujuan akhir yang sama, yaitu memperbaiki kualitas kehidupan dan kelembagaan masyarakat lokal. Perbedaan yang ada lebih berada pada sarana (means) yang dipakai. Efektivitas sarana ini sangat ditentukan oleh konteks dan karakteristik masyarakat yang dihadapi. Pada masyarakat tertentu mungkin pendekatan development for community lebih sesuai sementara pada masyarakat yang lain development with community justru yang dibutuhkan. Faktor utama yang menentukan pemilihan ketiga pendekatan tersebut adalah seberapa jauh kelembagaan masyarakat telah berkembang. Pada masyarakat yang kelembagaannya sudah lebih berkembang development of community akan lebih tepat.
BAB 5. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
1. Program ini mempunyai kelemahan yang sangat signifikan, yaitu diperlukan identitas diri yang sah sebagai penduduk setempat (Kartu Tanda Penduduk, KTP). Penduduk musiman atau penduduk miskin biasanya KTP bukan merupakan prioritas. Mengurus KTP juga memerlukan biaya, sedangkan penghasilan yang didapatkan masih diprioritaskan untuk pemenuhan kebutuhan makan. Hal ini mengakibatkan mereka tidak tersentuh oleh program pengentasan kemiskinan. Seperti C-KIP (Comprehensif-Kampung Improvement Program), RSDK (Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh), PLP (Penanganan Lingkungan Permukiman), dan lain-lain. Akhirnya, program-program ini akan diserap oleh warga mapan (menjadi salah sasaran), karena warga yang diharapkan menjadi sasaran tidak memenuhi syarat (tidak mempunyai KTP setempat).
2. Program sebaiknya juga menyentuh elemen masyarakat miskin lainnya untuk meningkatkan sumber daya manusia secara menyeluruh. Seperti kepada pemuda atau lelaki dewasa. Akibat kondisi perkenomian yang semakin sulit, banyak kepala keluarga yang mengalami PHK dan banyak pemuda-pemudi yang kesulitan untuk mencari kerja. Maka diperlukan kemampuan khusus yang dapat menciptakan lapangan kerja, paling tidak untuk dirinya sendiri. Pelatihan ini juga disesuaikan dengan minat peserta. Pelatihan yang dapat dilaksanakan antara lain menyetir, mekanik, bubut, dan lain-lain.
3. Urbanisasi tanpa persiapan dan perencanaan akan membebani kota tujuan terutama dengan meningkatnya masyarakat miskin dengan mutu SDM rendah.
4. Permukiman Kumuh dan Sektor Informal adalah Solusi dan Aset. Permukiman kumuh dan sektor informal bukanlah masalah apabila dipandang dari sudut berbeda. Penduduk miskin merupakan pribadi mandiri dalam pemenuhan kebutuhan dasar. Rumah dan lingkungannya merupakan aset fisik, aset ekonomi, dan aset sosial. Rumah berperan untuk mengembangkan kapital sosial keluarga, sebagai tempat usaha, (sering menjadi) aset ekonomi satu-satunya yang paling berharga, untuk kolateral ke bank dan seperti kita tahu bahwa harga rumah akan naik terus-menerus.
5. Terdapat beraneka macam dan bentuk program perbaikan lingkungan (slum upgrading) yang diimplementasikan di kota Surabaya. Pada dasarnya target utamanya sama yaitu peningkatan mutu SDM, perbaikan fisik lingkungan, dan peningkatan tingkat ekonomi masyarakat. Perbedaan terletak pada sumber dana, dinas pelaksana, serta prosentase pendanaan sesuai dengan target utama program. Diperlukan koordinasi antar instansi dinas pelaksana program agar tidak terjadi tumpang tindih lokasi dan target implentasi program.
6. Akibat kurangnya koordinasi antar instansi maka implementasi program perbaikan kampung di Surabaya tumpang tindih. Terdapat kelurahan/kawasan yang sering medapatkan implementasi pogram, tetapi tidak sedikit juga sampai sekarang terdapat kelurahan/kawasan yang belum terjamah implementasi semua program slum upgrading di kota Surabaya.
7. Perlu adanya monitoring dan evaluasi (monev) pada saat ataupun setelah pelaksanaan program agar program tersebut berkelanjutan. Dari monev dapat juga dievaluasi keberhasilan dan kegagalan program.
8. Program pemberdayaan masyarakat merupakan suatu program yang menempatkan masyarakat sebagai subyek dan obyek sekaligus pembangunan. Hal ini akan mengurangi beban pemerintah dalam implementasi pembangunan. Dengan masyarakat yang berdaya maka diharapkan kemiskinan dapat diatasi sendiri secara mandiri oleh masyarakat
DAFTAR PUSTAKA
Bappeko Surabaya; 2005, Surabaya in Focus 2004
Brockerhoff, Martin P; 2000, An Urbanizing World, Population Buletin Vol. 55 No. 3
CIB Report Publication 314; 2007, Informal Settlements and Affordable Housing, ISBN. 978-90-6363-056-0
Dinas PU Cipta Karya Jawa Timur; Jurusan Arsitektur FTSP ITS; 2000, Buku Modul dan Acuan Pelatihan Pemberdayaan Masyarakat Dalam Pembangunan Daerah
Helling, Louis; Serrano, Rodrigo; Warren, David; 2005, Governance and Public Service Provision Through a Local Development Framework, Community Driven Development, World Bank, Discussionpaper 0535
Sub Dinas Perkotaan; Dinas Permukiman Provinsi Jawa Timur; 2006, Studi Penanganan Kawasan Kumuh Perkotaan Surabaya dan Sekitarnya
Tannerfeldt, Goran; Ljung, Per; 2006, More Urban Less Poor an introduction to urban development and management, London, ISBN-13. 978-1-84407-381-3
UNCHS, 1996; Global Report on Human Settlements, “An Urbanizing World”, Oxford University Press
United Nations, 2000; World Urbanization Prospects: The 1999 Revision
Wates, Nick; Knevitt, Charles; 1987, Community Architecture how people are creating their own environment, London, Penguin Books
www.joburg.org.za, 5 Oktober 2007
www.worldbank.org, 4 Oktober 2007
No comments:
Post a Comment