Wednesday 17 November 2010

Pendataan Perumahan oleh Masyarakat di Palembang

1. KONDISI UMUM KOTA PALEMBANG
Kota Palembang secara administrasi terbagi atas 16 kecamatan dan 107 kelurahan. Pendataan perumahan dan permukiman serta pendataan housing queue di Kota Palembang telah dilaksanakan di 2 (dua) kecamatan, masing-masing kecamatan diambil sampel 1 (satu) kelurahan. Kriteria sampel wilayah yang diambil adalah wilayah pinggiran (diwakili oleh Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati) dan wilayah urban (diwakili oleh Kelurahan 5 Ulu Kecamatan Kertapati).


Lokasi Pendataan dan Perumahan di Kota Palembang

2. KELURAHAN 5 ULU KECAMATAN SEBERANG ULU I KOTA PALEMBANG
Kelurahan 5 Ulu Kecamatan Seberang Ulu I Kota Palembang termasuk dalam kategori wilayah urban. Wilayah administrasi Kelurahan 5 Ulu terdiri dari 12 RW dan 62 RT, serta penduduk sejumlah 27.057 jiwa dan 8.648 KK. Sesuai dengan karakteristik wilayah Kota Palembang, maka wilayah Kelurahan 5 Ulu juga memiliki orientasi ke sungai Musi dan anakannya. Batas wilayah Kelurahan 5 Ulu adalah:
• Batas Utara : Sungai Musi
• Batas Selatan : Kelurahan 15 Ulu
• Batas Barat : Kelurahan 3-4 Ulu
• Batas Timur : Kelurahan 7 Ulu

Gambaran umum permukiman Kelurahan 5 Ulu Kecamatan Seberang Ulu I permukiman memperlihatkan bahwa kawasan yang selalu tergenang sudah tidak menjadi masalah bagi kebanyakan penduduk yang sudah lama tinggal di tempat tersebut. Beberapa tempat genangan ini membawa dan mengendapkan berbagai bentuk sampah padat sehingga diperkirakan akan menyebabkan terjadinya gangguan kesehatan. Di kawasan yang mempunyai kontak langsung dengan sungai, air sungai digunakan untuk keperluan domestik, walupun secara kasat mata air tersebut tidak layak untuk digunakan langsung. Berbagai polutan (bau, udara, dan lain-lain) akan kontak langsung dengan penduduk yang diperkirakan akan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat. Masalah utama yang terlihat di lokasi adalah minim dan buruknya prasarana sanitasi, belum adanya penanganan sampah (sampah dibuang ke sungai/bawah rumah), sebagian masih belum terjangkau jaringan air minum, dan jalan (titian jalan/jerambah) yang sebagian besar sudah rusak. Gambaran Kelurahan 5 Ulu dapat dilihat pada gambar di bawah ini.




3. KELURAHAN KERAMASAN KECAMATAN KERTAPATI KOTA PALEMBANG
Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati Kota Palembang termasuk dalam wilayah pinggiran. Wilayah administrasi Kelurahan Keramasan terdiri dari 7 RW 37 RT dengan jumlah penduduk 11,052 jiwa dan 2,886 KK. Batas wilayah administrasi Kelurahan Keramasan sebagai berikut:
• Batas Utara : Sungai Musi
• Batas Selatan : Kelurahan Karya Jaya
• Batas Barat : Sungai Musi
• Batas Timur : Kelurahan Kemang Agung

Gambaran umum Kelurahan Keramasan merupakan khas permukiman nelayan pinggir sungai Musi lainnya. Masalah utama yang terlihat di Kelurahan Keramsan adalah minim dan buruknya prasarana sanitasi, belum adanya penanganan sampah (sampah dibuang ke sungai/bawah rumah), belum adanya jaringan air minum, dan jalan (titian jalan/jerambah) yang sebagian besar sudah rusak. Gambaran umum Kelurahan Keramasan dapat dilihat pada gambar di bawah ini.



4. KONDISI PERMUKIMAN

Pertambahan penduduk di Kota Palembang menyebabkan kebutuhan akan hunian tempat tinggal. Terdapat sebagian penduduk yang mendapatkan tempat tinggal layak, akan tetapi banyak juga yang mendapatkan tempat tidak layak. Bahkan terkadang langsung menempati tanah kosong tanpa ijin. Berdasarkan RP4D (Rencana Pembangunan dan Pengembangan Perumahan dan Permukiman) Kota Palembang, maka permasalahan perumahan dan permukiman di Kota Palembang adalah:
• Kurangnya kesadaran dan pengetahuan masyarakat tentang keberadaan perencanaan tata ruang,
• Lemahnya struktur kelembagaan pengelola perumahan dan permukimanyang berkelanjutan
• Peralihan peruntukan lahan non budidaya menjadi lahan budidaya karena permintaan pasar,
• Lemahnya kesadaran masyarakat akan kebersihan lingkungan,
• Kepadatan bangunan tinggi menyebabkan sulitnya perbaikan lingkungan,
• Ketidakseimbangan pengembangan permukiman antara kawasan hulu dan hilir
Upaya pengembangan perumahan dan permukiman di Kota Palembang memperhatikan 3 isu pokok, yaitu isu kesenjangan pengembangan perumahan permukiman, isu lingkungan dan isu manajemen pembangunan.
1. Isu kesenjangan pengembangan perumahan dan permukiman,
Isu dalam penyelenggaraan perumahan dan permukiman adalah kesenjangan antar unit permukiman, antar kota, antar perkotaan dan perdesaan, antar pulau, antar kelompok masyarakat, maupun antar individu. Kesenjangan antar kota terjadi antara kota utama dan kota-kota sekitarnya, dimana kurangnya penyediaan perumahan bagi pendatang. Turunnya kapasitas serta kualitas pelayanan prasarana dan sarana perdesaan dibandingkan di perkotaan.
2. Isu lingkungan
Akibat permintaan lahan untuk permukiman baru yang sangat tinggi maka mengakibatkan alih fungsi lahan tanpa perencanaan sehingga lingkungan hidup terganggu.
3. Isu manajemen pembangunan
Isu ini ditandai dengan lemahnya aspek kelembagaan dalam penyelenggaraan pembangunan perumahan dan permukiman. Disamping itu perlunya penekanan factor keterbatasan sumberdaya alam, pembangunan berkelanjutan, dan dorongan pemberdayaan masyarakat dengan menempatkan masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan.
Kota Palembang terbagi atas 16 kecamatan dan 107 kelurahan. Pengambilan sampel data kegiatan Pengembangan Pola Bantuan Pembiayaan Perumahan Berdasarkan Prinsip HOUSING QUEUE telah dilaksanakan di Kota Palembang di 2 (dua) kecamatan, masing-masing kecamatan diambil sampel 1 (satu) kelurahan. Sampel wilayah yang diambil adalah wilayah pinggiran (periphery) dan wilayah perkotaan (urban). Wilayah pinggiran terwakili oleh Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati dan wilayah urban diwakili oleh Kelurahan 5 Ulu Kecamatan Seberang Ulu 1. Untuk lebih jelasnya, lihat tabel dibawah ini.


5. ANALISIS COMMUNITY MAPPING
5.1. KELURAHAN 5 ULU
Salah satu Kelurahan yang diambil sebagai sampel wilayah urban di Kota Palembang adalah Kelurahan 5 Ulu. Dari 10 RT yang dipilih secara random untuk diambil data, secara umum kondisi perumahan yang mencakup status lahan, status rumah, kondisi rumah dan luas lahan menunjukkan kondisi sedang atau kurang baik. Hanya 3 RT saja yang keseluruhan aspek kondisi dalam keadaan baik, yaitu pada RT 23 RW 5, RT 29 RW 12, dan RT 53 RW 14. Sedangkan pada 1 RT keseluruhan aspek kondisi dalam keadaan buruk, yaitu pada RT 48 RW 13. Bila dilihat dari aspek kondisi status rumah dan status lahan, merupakan kondisi dengan rata-rata paling baik pada Kelurahan ini, dimana meski terdapat 1 RT yang dalam kondisi buruk tetapi RT yang lain ada dalam kondisi baik. Untuk aspek kondisi rumah, terdapat 1 RT yang tidak ada data yaitu RT 54 RW 12, 4 RT dalam keadaan kurang baik, 2 RT dalam keadaan buruk dan 3 RT dalam keadaan baik. Sedangkan untuk aspek luas rumah, dari 10 RT terdapat 2 RT dalam keadaan buruk, 4 RT dalam keadaan kurang baik dan 3 RT dalam keadaan baik. Hal ini menunjukkan, bahwa kondisi perumahan tidak merata, dengan tingkat kepadatan penduduk tinggi tapi tidak ditunjang dengan luasan yang memadai dan kualitas bangunan yang baik.
Kondisi prasarana lingkungan meliputi data sumber air, sanitasi/air limbah, sampah, drainase/got, jalan dan listrik. Secara umum kondisi dapat dikatakan cukup baik dalam hal kondisi jalan, hanya terdapat 1RT (RT 20 RW 6) dengan kondisi sedang. Untuk kondisi listrik nampak dalam kondisi baik pada seluruh 10 RT yang diambil data. Kondisi drainase/got menunjukkan kondisi kurang baik pada RT 54 RW 12 dan kondisi buruk pada RT 8 RW 2. Perlu dicermati pada Kelurahan ini adalah kondisi pengelolaan sampah, dari 10 RT yang diambil data, hanya 3 RT yang menunjukkan kondisi bagus yaitu RT 23 RW 5, RT 54 RW 12 dan RT 48 RW 13, dua RT dengan kondisi kurang baik, dan 5 RT dalam kondisi buruk. Kondisi sanitasi/air limbah pada Kelurahan ini cukup baik, karena hanya ada 1 RT dengan kondisi buruk dan 1 RT dengan kondisi kurang baik.
Kondisi layanan sarana lingkungan di permukiman Kelurahan ini menunjukkan kondisi bagus pada sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan. Sedangkan untuk sarana ekonomi secara keseluruhan cukup baik, karena hanya ada 1 RT dengan kondisi buruk. Kondisi paling buruk dan perlu dicermati adalah kondisi ruang terbuka, dimana dari 10 RT hanya 1 RT dengan kondisi kurang baik dan 9 RT dengan kondisi buruk.
Kondisi sosial budaya dalam kelurahan ini secara umum termasuk dalam kondisi kurang baik. Dalam hal keikutsertaan dalam organisasi masyarakat, dari 10 RT ada 3 RT dengan kondisi kurang baik. Sedangkan untuk tingkat partisipasi dalam kegiatan masyarakat dalam kondisi kurang baik, terdapat 4 RT dengan kondisi kurang baik dan 6 RT sisanya dalam kondisi baik. Untuk kondisi kelompok usaha, secara umum adalah termasuk dalam kategori buruk, sebab hanya ada 1 RT dengan kondisi baik (RT 29 RW 12), dan 1 RT dalam kondisi buruk (RT 8 RW 2) sedangkan 8 RT yang lain termasuk dalam kondisi buruk.


5.2. KELURAHAN KERAMASAN
Kelurahan yang diambil sebagai sampel wilayah pinggiran di Kota Palembang adalah Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati. 10 RT dipilih secara random untuk diambil data, dimana secara umum dilihat dari kondisi perumahan, kondisi prasarana, kondisi layanan dan kondisi sosial budaya menunjukkan kondisi kurang baik. Untuk kondisi perumahan, dari aspek kondisi kejelasan status lahan dan status rumah dalam kondisi terbaik, yaitu seluruh RT dalam kondisi baik. Untuk kondisi rumah, nilai rata-rata per aspek termasuk dalam kondisi kurang baik, 6 RT dengan kondisi baik, 3 RT dengan kondisi kurang baik dan 1 RT dengan kondisi buruk. Dari segi luas rumah, perlu dicermati sebab hanya 3 RT yaitu RT 7, RT 9 dan RT 10 di RW 2 yang memiliki kondisi baik, sedangkan 7 RT yang lain memiliki kondisi kurang baik dan buruk.
Melihat data kondisi prasarana, secara umum merupakan kondisi paling buruk dari keseluruhan aspek kondisi yang digunakan sebagai acuan. Dari aspek sumber air, 9 RT dalam kondisi buruk dan hanya 1 RT dengan kondisi kurang baik (RT 1 RW 2), hal ini disebabkan belum masuknya sarana air bersih dan lokasi yang terletak ditepi sungai, sehingga masih banyak penduduk yang memanfaatkan air sungai sebagai sarana pemenuhan kebutuhan air. Sarana sanitasi dan pengolahan air limbah termasuk dalam kondisi buruk, dengan kondisi 3 RT termasuk kurang baik dan 7 RT termasuk dalam kondisi buruk.
Kondisi layanan secara umum, termasuk dalam kondisi cukup baik, hanya 1 RT dengan kondisi kurang baik. Bila dilihat dari sarana ibadah, pendidikan dan kesehatan, seluruh sampel sebanyak 10 RT termasuk dalam kondisi baik. Hanya pada sarana ekonomi yang memiliki 1 RT dengan kondisi buruk yaitu RT 1 RW 2 dan 9 RT yang lain termasuk dalam kondisi baik. Yang harus dicermati adalah kondisi aspek ruang terbuka, dengan data hanya RT 7 RW 2 yang memiliki kondisi baik, sedangkan 9 RT yang lain memiliki kondisi buruk, yang Nampak jelas adalah tidak adanya lapangan terbuka yang dapat dimanfaatkan anak-anak untuk bermain.
Aspek sosial budaya termasuk aspek yang kurang baik, aspek kondisi organisasi / paguyuban termasuk cukup baik, RT 2 RW 1 memiliki kondisi cukup baik dan RT 11 RW 3 memiliki kondisi buruk, sedangkan 8 RT yang lain memiliki kondisi baik. Aspek kondisi kelompok usaha dan partisipasi warga dalam kegiatan kemasyarakatan merupakan aspek yang harus dicermati, sebab seluruh RT dalam kondisi kurang baik dan buruk.


Berdasarkan kondisi perumahan dan permukiman ke dua sampel di atas, maka dapat diketahui permasalahan dan prioritas penanganan wilayah seperti yang tersaji dalam matriks di bawah ini. Berdasarkan matriks tersebut dapat ditentukan bentuk dan skala penanganan di masing-masing wilayah.


6. ANALISIS HOUSING QUEUE KOTA PALEMBANG

Jumlah KK di dua wilayah sampel survei adalah 2138 KK. Berdasarkan hasil pendataan terdapat 590 KK atau 27.5% yang belum memiliki rumah, atau 193 KK di Kelurahan Keramasan Kecamatan Kertapati dan 397 KK Kelurahan 5 Ulu Kecamatan Seberang Ulu I. Yang dimaksud dengan belum memiliki rumah adalah keluarga yang menempati rumah ilegal, sewa/kontrak, atau menumpang di orang tua, seperti diagram di bawah ini. Dari 590 KK yang belum memiliki rumah, terdapat 295 KK atau sekitar 50% menempati rumah orang tua, 236 KK atau 40% menempati rumah kontrak/sewa dan 59 KK atau 10% yang menempati rumah dengan status ilegal. Hal ini menunjukkan bahwa ketergantungan kepala keluarga untuk menempati rumah orang tua masih cukup tinggi, serta masih adanya pendatang yang menempati lokasi sehingga masih ada penduduk ilegal.



Profil housing queue Kota Palembang dipengaruhi oleh faktor daerah asal, jumlah anggota keluarga, tingkat pendidikan, jenis pekerjaan dan tingkat pendapatan (lihat gambar 6.2). Sebagian besar profil housing queue di Kota Palembang didominasi oleh penduduk setempat sebesar 552 KK/93,56%, kemudian baru penduduk dari luar Palembang sebesar 34 KK/5,76%, dan dari luar Provinsi Sumatera Selatan sebesar 4 KK/0,6%. Sebagian besar memiliki jumlah anggota keluarga lebih dari 3 orang, yaitu sebesar 500 KK/84,75%. Profil housing queue di Kota Palembang berdasarkan tingkat pendidikan, didominasi oleh penduduk dengan pendidikan dibawah sekolah menengah, yaitu lulus atau tidak lulus SD sebesar 335 KK/56,78% dan lulusan SMP atau SMA sebesar 241 KK/40,85%. Sedangkan sisanya sebesar 14 KK/2,37% merupakan lulusan perguruan tinggi. Profil housing queue berdasarkan jenis pekerjaan, didominasi oleh keluarga yang dengan pekerjaan serabutan/rentan sebesar 556 KK/94.24%, sedangkan sisanya memiliki pekerjaan PNS/pensiunan golongan rendah, buruh tetap, petani, nelayan, pedagang menengah sebesar 24 KK/4,07% dan pegawai swasta tetap, PNS/pensiunan golongan menengah ke atas, wiraswasta besar sebesar 10 KK/1,69%. Upah minimum regional (UMR) 2010 Kota Palembang adalah Rp. 927.825. Profil housing queue berdasarkan tingkat pendapatan didominasi oleh pendapatan di bawah UMR yaitu sebesar 554 KK/93,9%. Sedangkan keluarga dengan pendapatan antara Rp. 927.825 – Rp. 1.855.650 sebesar 33 KK/5,59% dan keluarga dengan pendapatan di atas Rp. 1.855.650 sebesar 3 KK/0,51%. Profil Housing Queue Kota Palembang diperlihatkan oleh diagram dibawah ini.





Berdasarkan profil housing queue, maka didapatkan nilai queue tinggi pada kelima faktor tersebut. Dengan nilai tersebut dapat dirumuskan urutan profil housing queue dominan di Kota Palembang. Urutan tersebut menggambarkan komposisi profil masyarakat yang harus dibantu karena belum memiliki rumah. Urutan faktor housing queue Kota Palembang adalah:
• Urutan 1 adalah faktor jenis pekerjaan (serabutan/rentan) sebanyak 556 KK/94.24%
• Urutan 2 adalah faktor tingkat pendapatan (dibawah UMR) sebanyak 554 KK/93,9%.
• Urutan 3 adalah faktor daerah asal (dari Kota Palembang) sebanyak 552 KK/93,56%
• Urutan 4 adalah faktor tingkat pendidikan (lulus/tidak lulus SD) sebanyak 335 KK/56,78%
• Urutan 5 adalah faktor jumlah anggota keluarga (3-4 orang) sebanyak 197KK/33,39%



Berdasarkan prosentase komposisi kelompok prioritas housing Queue Kota Palembang (gambar 6.4), maka dapat dianalisa faktor queue masyararakat yang belum memiliki rumah di Kota Palembang dengan 2 cara yaitu simulasi pertama tanpa adanya pembobotan prioritas dan simulasi kedua dengan pembobotan berdasarkan urgensi MDG’s. Hasil analisa akan menghasilkan:
• Prioritas utama (pertama), merupakan kelompok keluarga yang belum memiliki rumah dan berada pada urutan utama untuk dibantu
• Prioritas madya (sedang), merupakan kelompok keluarga yang akan dibantu setelah prioritas utama mendapatkan bantuan perumahan
• Prioritas pratama (rendah), merupakan kelompok bukan prioritas untuk mendapatkan bantuan karena memiliki kondisi cukup mampu untuk dapat mengusahakan rumah sendiri.

Hasil analisa housing queue Kota Palembang tersebut adalah sebagai berikut:
a. Penilaian 1 (tanpa pembobotan)
Simulasi ini beranggapan bahwa kelima faktor di atas memiliki prioritas/tingkat kepentingan yang sama, maka hasil prioritas housing queue dengan komposisi sebagai berikut:
• Prioritas utama sebanyak 503 KK/85,25%.
• Prioritas madya sebanyak 83 KK/14,07%.
• Prioritas pratama sebanyak 4 KK/0,68%.

b. Penilaian 2 (pembobotan berdasarkan urgensi MDG’s)
• Prioritas utama sebanyak 520 KK/88,14%.
• Prioritas madya sebanyak 67 KK/11,36%.
• Prioritas pratama sebanyak 3 KK/0,51%.