Tuesday 12 February 2008

APARTHEID MUSEUM JOHANNESBURG, sebuah kotak memori

2008, Apartheid Museum, The Boxes of Memories, I-Arch Magazine ISSN 1978-2373

APARTHEID adalah sistem politik pemisahan berdasarkan warna kulit di Afrika Selatan yang terdiri atas ras kulit putih, hitam, berwarna dan India. Sistem tersebut digunakan selama tahun 1948 - 1990. Setelah terjadi negosiasi pada tahun 1990 - 1993, maka tumbanglah sistem apartheid ini yang ditandai dengan terpilihnya Nelson Mandela sebagai presiden pada tahun 1994.

Untuk mengenang kengerian dan apa yang terjadi selama masa kelam tersebut,
diselenggarakan sayembara untuk membangun Museum Apartheid yang diselenggarakan oleh Pemerintah Kota Port Elizabeth, New Brighton. JO NOERO memenangkan sayembara tersebut karena berhasil menangkap spirit dan esensi dari masa tersebut. Kengerian yang terjadi, ketakutan yang menimpa, pemisahan yang terstruktur dan dilembagakan secara formal, dapat digambarkan dengan baik di dalam desain Jo Noero. Juga tergambar spirit kebangkitan kembali untuk menuju penghidupan yang lebih baik.

JO NOERO merupakan professor arsitektur dari Universitas Washington dan terkenal dengan pemikirannya yang sangat memihak kepada masyarakat ekonomi kecil. Salah satu pemikirannya dalam design permukiman adalah “one-plot, one-house, one-family scenario”. Hal ini menunjukkan bahwa Jo Noero mengharapkan kemudahan akses penyediaan “shelter” (rumah) bagi seluruh lapisan masyarakat. Jo Noero sangat berpengalaman dalam desain fasilitas umum permukiman skala perkotaan di banyak kota Afrika Selatan


MEMORY BOXES OF HISTORY

Bangunan museum seluas 6.000 m2 dan terletak pada lahan seluas 7 ha. Sebagian besar lahan dibiarkan fungsinya seperti keadaan semula. Hal ini terlihat pada tetapnya keberadaan padang savana dan danau di sekitar museum. Ide dasar desain museum adalah “hall of colums”dan pemahaman luas tentang “memory boxes of history”. Pengunjung masuk pada kawasan museum ditangkap oleh tujuh pilar konstitusi yang berdiri gagah di pelataran depan (hall of colums). Letak pilar tersebut dipisahkan oleh kolam air sehingga lebih terasa monumental dan gagah. Pilar-pilar tersebut didedikasikan kepada para pemimpin anti apartheid yang merupakan penggambaran tujuh nilai dasar kehidupan yaitu DEMOCRACY (demokrasi), EQUALITY (kesetaraan), RECONCILIATION (rekonsiliasi), DIVERSITY (keberagaman), RESPONSIBILITY (rasa tanggung jawab), RESPECT (rasa saling hormat), dan FREEDOM (kebebasan). Nilai tersebut mengingatkan akan darimana mereka berasal dan menggambarkan tujuan akhir yang akan dituju. Di dalam skala yang lebih luas diperlukan pemahaman yang mendalam tentang penggambaran sejarah.

Memory boxes of history merupakan wahana yang diperuntukkan untuk menangkap
kompleksitas akibat politik apartheid serta wadah Negara agar menyegerakan proses melupakan terjadinya tragedi rasisme. Kompleks museum terdiri dari museum dan kegiatan penunjang seperti toko cindera mata dan tempat parkir. Bangunan museum merupakan bangunan massif berbentuk kotak maupun tabung yang terdiri dari dua lantai maupun hanya 1 lantai untuk hall. Bangunan museum merupakan perpaduan yang komplit antar elemen alam. Susunan tembok yang ditutup sempurna oleh plester maupun yang dibiarkan tanpa plester, susunan pecahan batu, baja galvanis baru maupun yang berkarat menciptakan suatu hubungan harmonis antara struktur dan lingkungan sekitarnya. Pengunjung dapat masuk berdasarkan jenis karcis yang didapatkan yaitu black (Nie-Blankes/Non-Whites) dan white (Net-Blankes/White-Only. Karcis tersebut akan memandu pengunjung menuju lorong yang berbeda. Disepanjang jalur itu diperlihatkan identitas diri, buku identitas yang sangat ditakuti dan dibeci, foto, puisi, dan memori akan kekejaman masa itu. Terutama yang dialami oleh penduduk berkulit hitam. Buku identitas merupakan keharusan bagi seseorang untuk berada dan menuju ke suatu tempat.Lorong pertama akan menangkap pengunjung dengan penggambaran pemisahan berdasarkan ras dan warna kulit seperti pada masa sistem Apartheid berlangsung. Terdapat jalur khusus bagi kulit putih dan kulit hitam. Jalurnya begitu sunyi dan mencekam yang digambarkan melalui puisi, foto, id card dan lain-lain yang terasa menyayat hati penikmatnya. Pemisahan ini sesuai dengan karcis masuk yang ada di tangan. Satu rombongan akan mendapatkan secara acak jenis karcis masuk tersebut. Sehingga terkadang kita akan berpisah dengan rombongan kita.

Lorong menuju pada sebuah tangga untuk menuju ke level lebih tinggi. Di level ini seakan banyak sekali pengunjung yang sedang berjalan dan bergerak. Mereka berjalan seorang diri, anak dan orang tua, berpakaian casual, pergi bekerja, atau sedang bergembira. Ini adalah penggambaran aktivitas sehari-hari yang mereka jalankan. Kita harus jeli melihat, apakah yang kita lihat itu gambar di cermin atau pengunjung yang lain. Sebagai pembatas bangunan, digunakan tumpukan batu yang hanya disusun di dalam anyaman kawat besi dan ditopang oleh struktur baja. Sekilas seperti bangunan yang belum selesai. Padahal memang itulah yang ingin disajikan oleh arsiteknya yaitu penggambaran spirit proses pembangunan di Afrika Selatan yang sekarang sedang berlangsung dan proses tersebut belum sepenuhnya selesai. Di dinding terpajang lukisan penggambaran keadaan yang dialami oleh ras kulit hitam saat politik apartheid berlangsung. Begitu mengerikan. Gambar, lukisan, atau foto menunjukkan kehampaan, panas, hopeless, miskin, hina. Pengunjung diharapkan dapat merasakan hal mengerikan yang telah terjadi. Ternyata pintu masuk yang telah digambarkan di atas merupakan atap dari museum itu sendiri.

Terdapat jalan turun yang melingkar yang ditangkap oleh pelataran untuk menuju interior museum. Interior museum berisi display kata-kata yang menyejukkan bagi yang membacanya. Serta diorama dinamika sosial kehidupan mereka. Dari jaman penjajahan, era apartheid sampai kondisi paling terkini. Juga didisplay hasil jepretan fotografer ternama dan ditampilkan dalam warna hitam putih. Bahkan hasil jepretan tersebut dapat memenuhi satu sisi dinding. Theatre yang ada menampilkan film tentang sejarah pergerakan. Ada jam-jam khusus untuk menampilkannya. Petugas akan memberitahukan bahwa film akan diputar kepada seluruh pengunjung secara manual satu per satu tanpa pengeras suara. Apabila memakai pengeras suara dikhawatirkan akan mempercepat kerusakan koleksi museum. Theatre tersebut juga dipergunakan untuk pertunjukan musik jaz dan musik asli setempat yang disebut marimba.

Setelah menjelajah interior secara zigzag dan serius maka saat melewati pintu terakhir, kita diterima oleh halaman rumah belakang yang luas sehingga serasa lega. itulah yang ingin disajikan. Setelah melalui perjuangan berat dan melelahkan maka masyarakat Afrika Selatan ingin bebas dari politik apartheid. Halaman luas ini menghubungkan antara museum dan gift shops/café.

Cara pengaturan sirkulasi pengunjung sangat baik, dan patut diimplementasikan dalam desain museum di Indonesia. Pengunjung digiring oleh desain untuk melihat satu persatu koleksi yang memerlukan waktu kurang lebih 3 jam. Desain interior museum akan menuntun pengunjung untuk menjelajah zigzag interior. Terkadang berada di atas atap, terkadang terasa gelap dan misterius, yang dapat merasakan bahwa apartheid adalah sebuah kesalahan sejarah. Dari perjalanan tersebut pengunjung digiring untuk dapat merasakan kegembiraan dan gambaran kekuatan yang digambarkan.


PENGHARGAAN INTERNASIONAL


Museum yang dibuka untuk umum pada November 2006, telah menerima 3 penghargaan internasional. Sebelum dibuka, pada bulan Juni 2006 museum apartheid telah mendapatkan penghargaan Lubetkin Prize dari Royal Institute of British Architects untuk katagori hasil arsitektur terbaik di luar Inggris Raya dan Eropa, yang mengalahkan desain Canadian War Museum di Ottawa dan Terrence Donnelly Centre di Toronto.

Selain itu juga mendapatkan penghargaan World Leadership Award tahun 2005 dari kota asalnya Port Elizabeth untuk katagori arsitektur dan teknik sipil serta Dedalo Minosse International Prize tahun 2005/2006 oleh Nelson Mandela Bay Municipality untuk komisi bangunan.


The last, the apartheid museum is the interesting object at Johannesburg. So should be your destination when you at there.

No comments: